Lampung Kategori 3 Besar Prvinsi Rawan Narkotika

Ilustrasi bahaya narkotika.



FENOMENA & penyalahgunaan narkotika adalah masalah transnasional yg makin hari kian semakin tinggi. Kemajuan teknologi, globalisasi & derasnya arus liputan sangat memberikan pengaruh terhadap peningkatan angka penyalahguna narkotika. Selain itu, adanya harapan para pelaku buat memperoleh laba besar dalam jangka waktu cepat dalam situasi ekonomi yang memburuk serta imbas kehilangan pekerjaan dampak pandemi Covid-19. 

Menurut  Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen. Pol. Petrus Reinhard Golose, ada tiga provinsi pada Indonesia yg tercatat memiliki tempat rawan Narkotika terbanyak yaitu Sumatera Utara (Sumut) dengan 1.192 daerah, Jawa Timur (Jatim) 1.162 kawasan, & Lampung menggunakan 903 tempat rawan narkotika. Indikator ciri pokok tempat rawan narkotika ditinjau dari angka perkara kejahatan narkotika, angka kriminalitas atau aksi kekerasan, jumlah bandar atau pengedar narkotika, aktivitas produksi narkotika, angka pengguna narkotika, jumlah barang bukti narkotika yang berhasil disita aparat, pintu masuk narkotika & jumlah kurir narkotika.

Upaya mengatasi aliran dan penyalahgunaan narkotika tadi pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika. Kehadiran UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai tujuan yg tertera pada Pasal 4 yaitu a) mengklaim ketersediaan Narkotika buat kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan & teknologi. b) mencegah, melindungi, & menyelamatkan bangsa Indonesia berdasarkan penyalahgunaan Narkotika. c) memberantas sirkulasi gelap Narkotika & Prekursor Narkotika. d) mengklaim pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu Narkotika. Dengan demikian, pelaksanaan Undang-undang tadi wajib sinkron dengan tujuannya diberlakukan. 

Jika ditinjau dalam perkembangan perkara Narkotika di Indonesia, khususnya Lampung, masih ada 3 pertarungan yg harus diperhatikan oleh Pemerintah, Aparat Penegak Hukum dan Masyarakat. Pertama, Produksi narkotika secara gelap (illicit drug production). Kedua, Peredaran narkotika (illicit drug trafficking). Ketiga, Penyalahgunaan narkotika (drug abuse). Dalam menyikapi pertarungan itu, Pemerintah harus memberdayakan rakyat untuk dapat berpartisipasi dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika melalui acara yg selaras dengan Inpres Nomor 2 Tahun 2020 mengenai planning aksi nasional P4GN. 

Aparat Penegak Hukum pula memiliki kiprah penting pada penegakan dan perlindungan hukum dalam menangani masalah narkotika menggunakan memakai sarana hukum pidana (penal policy) agar dapat melihat perbuatan apa yg seharusnya dijadikan tindak pidana dan hukuman apa yg sebaiknya dipakai atau dikenakan dalam pelanggar ketentuan Undang-undang. 

Aparat Penegak Hukum harus jeli bisa membedakan pengedar Narkotika dan penyalahguna Narkotika karena menggunakan angka penyalahguna Narkotika yang tinggi sangat memengaruhi permintaan Narkotika. Pengedar Narkotika bisa dijerat Pasal 111, 112, 113 dan 114 menggunakan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal hukuman meninggal sedangkan penyalahguna Narkotika bisa dikenakan Pasal 127 yg ancamannya lebih ringan yaitu menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial guna memutus rantai peredaran Narkotika dengan memperhatikan ketentuan Pasal 54, Pasal 55 & Pasal 103. * EDITOR

Sri Agustina

Related Posts